Bus Desa Jungdul

Cerpen Karangan: Dhea Adinda

Aku Lin ji. Hal yang terindah bagiku adalah hari pertama di sekolah baru. Penyebab kepindahanku ke desa ini karena suatu pekerjaan orangtuaku.
Aku duduk di sebuah halte yang tampak tua. Aku menunggu bus itulah kebiasaanku ketika di kotaku sebelumnya. Aku selalu pergi ke sekolah dengan transportasi bus.

 Bagiku itu terasa menyenangkan. Walaupun orang-orang menganggapnya itu adalah hal yang paling biasa. Bahkan ada yang merasa bosan. Tetapi aku tidak.
Aku belum tahu apa-apa tentang Desa ini. Dan bahkan aku belum mempunyai teman seorang pun. “Kuharap aku mendapatkannya nanti!”, batinku dalam hati.

Di kejauhan, aku melihat asap mengepul. Asap itu terlihat dari asap kendaraan. Apakah itu bus? Aku menerka-nerka warna bus yang tampak dimataku. Yap! Rupanya bus berwarna hijau. Aku lekas-lekas bangkit dari kursiku, dan mendanti-dantinya. Bus pun datang. Lin ji tersenyum cerah melihat bus yang ia terka-terka.Aku melihat arlojiku sekilas. “Kenapa Desa ini begitu hening ya?” aku bertanya kepada diriku sendiri. Aku mendesah pelan.
Buru-buru aku menaikinya. 

Di dalam bus, terlihat kursi-kursi kosong. Tanpa satupun penumpang yang didapati oleh matanya. Tanpa pikir panjang, aku pun memilih kursi, dan sempat ketika mobil hendak berjalan. Dan itu membuatku berhasil sedikit terhuyung dibuatnya.
Sempat terpikir olehku, bus ini kelihatan berbeda dengan bus-bus pada umumnya. Sudah kosong, berkarat, lapuk, per kursinya sudah mencuat, kain kursinya robek-robek, baunya menyengat hidung lagi! Apa ada bangkai tikus ya di belakang? Mungkin karena ini ya, semua penumpang pada tidak mau menaiki bus lagi..

Di tengah lamunanku, aku mendapati seorang gadis yang kelihatannya sebaya denganku. Begitupula dengan seragam sekolahnya. Jelas sekali dia juga berada di sekolah yang sama denganku. Seraya mengatur posisi dudukku. Aku bangkit dan memilih duduk di sebelah gadis itu.
Aku mendapati gadis itu yang tengah menatap keluar jendela. Sontak gadis itu terkejut. Ia menatap mataku. Lalu aku mengedarkan senyuman hangatku kepadanya. Ia malah lebih terkejut dan wajahnya seakan tidak percaya bahwa aku ada di sini.

“Hai, namaku Park Lin Ji, aku anak baru dari kelas 5-3. Senang bertemu denganmu!” ucap Lin ji, seraya mengulurkan tangannya kepada gadis itu untuk bersalaman. Dengan ragu, Gadis itu membalas uluran tangank. Aku menggerak-gerakkan tanganku ke atas dan ke bawah. Aku merasakan tangannya begitu dingin. Ia pun tersenyum kepadaku dan aku membalasnya dengan senyuman pula.

“Itu kelasku..” jawabnya pelan. “yah, kelas 5-3!”
Sontak mataku membelalak, aku benar-benar terkejut bercampur gembira.
“wah, syukurlah kalau begitu! Tadinya kuharap begitu, dab ternyata benar..” teriakku antusias. “Oh ya, bangku di sebelahmu kosong apa tidak?”
“Kosong? Kursikulah yang kosong,” gumamnya pelan. Hampir-hampir tidak bisa kucerna kata-katanya.
“Heh?” tanyaku bingung.
“Apa kau tahu?” tanya gadis itu.
“Tahu apa?” tanyaku lagi.
“Desa ini.”
“Desa?” aku bertanya sekali lagi. Aku mengangkat alis.
“Ah! Lupakan saja!” serunya sambil tersenyum memperhatikan rok kotak-kotaknya. Aku pun tersenyum bingung.

Bus pun mulai melambat gerakan jalannya, dan berhenti di halte dekat sekolah. Pertanda saatnya turun bagi kami berdua. Aku pun buru-buru turun dan memasuki gerbang sekolah. Tanpa sadar gadis tadi sedari tadi tidak ada di sampingku. Apa aku meninggalkannya?

Teng.. teng.. teng..
Lonceng sekolah berbunyi, aku buru-buru masuk ke ruang guru dan menemui Wali kelasku. Di sana aku diajak masuk ke kelas 5-3. Aku mengekori Wali kelasku dari belakang, layaknya anak baru biasanya. Sesampai di kelas 5-3, Bu guru atau bisa juga disebut Wali kelasku, menyuruhku untuk masuk dan memperkenalkan diri.

Aku pun memperkenalkan diri, walau sedikit canggung. Dan usai itu aku pun dipersilahkan duduk oleh wali kelasku di tempat kursi yang kosong, tepatnya di sebelah Ha jin. Tak lama kemudian, suara riuh di kelas pun terdengar. Sapa menyapa menghujan Lin ji.

Sepulang sekolah, aku selalu pulang lebih awal. Aku tidak ingin membuang-buang waktuku di sekolah setelah jam pelajaran sekolah berakhir. Seperti biasa aku selalu menunggu bus dan menaiki bus. Orangtuaku sibuk dan tidak bisa mengantarkan dan menjemputku sepulang sekolah, layaknya orangtua para murid biasanya.

Keesokan harinya, seperti biasa aku menunggu bus di halte yang tampak lebih tua dari biasanya. Tanaman rambat menjalar ke tiang halte. Aku mendengus pelan. Lagi-lagi halte kali ini kosong, sunyi dan sepi. Jalanan basah habis hujan semalam menambah keheningan dan dingin.Bus pun datang. Seperti biasanya kosong, dan hanya ada aku. Bahkan tidak ada gadis itu.

“Apakah desa memang seperti ini? Sangat begitu sepi dan hening? Aku serasa di kota mati tanpa kegiatan orang-orang,” gumamku risau. Aku termenung cukup lama. Sampai-sampai bus sudah sampai di hadapanku. Aku pun naik setelah di klaksonkan oleh pak sopir.
Seperti biasa, aku menemukan gadis itu dan berbincang-bincang akur.

“Apa aku meninggalkanmu kemarin? Sehabis turun dari bus?” tanyaku khawatir.
“Ah, tidak! Kau tidak meninggalkanku kok! Tenang saja,” ucapnya menenangkan.
“Lalu, Kenapa aku tidak menemukanmu di sekolah kemarin, dan juga aku tidak menemuimu di kelas!” ucapku bingung. Dan dipikir-pikir juga mengherankan.
“Tenang, aku gak bolos kok!” tangkasnya cepat. Takut aku mengira yang tidak-tidak.
Bus pun berhenti dan menurunkan kami. Juga, bahkan aku tidak mendapati gadis itu lagi. Dia menghilang lagi.

Akhirnya waktu pulang sekolah pun datang. Itulah dimana seisi kelas mengatakan surga bagi mereka.
Hari ini aku mengantarkan jurnal kelasku dulu kepada wali kelasku. Akibatnya agak telat pulang dari yang lain.

“Boleh kutemani?” tawar Ha jin teman sebangkuku.
“Tentu!” ucapku dengan senang hati. Kami pun bejalan beriringan menuju ruang guru.
“Sehabis ini kita pulang bersama ya? Soalnya jauh selalu pulang duluan sih, kita kan searah!” kata Ha jin sedikit memohon.
“Boleh! Kita naik bus ya!” kata Lin ji.

“Naik bus?” tanya Ha jin sedikit gemetar.
“Yah, tentu saja!” ucap Lin ji sedikit ragu-ragu. “Memang kenapa?”
“Kau perlu tahu, bahwa desa ini, punya tragedi beberapa bulan yang lalu.” ucap Ha jin lirih.
“Hah? Yang benar saja!” ucapku tidak percaya. “Terus? Bagaimana?”
“Nantilah, kuceritakan! Kita serahkan ini dulu ke wali kelas!” timpal Ha jin.
Jurnal pun sudah diberikan kepada wali kelas kami.

“Begini, sebenarnya terjadi kecelakaan 3 bulan yang lalu. Kecelakaan itu mengakibatkan salah satu dari murid kelas kita yang meninggal dunia. Dan katanya, arwahnya masih bergentayangan di dalam bus itu. Juga, pembawa sopir yang sebenarnya ayah dari anak yang meninggal dunia itu. Kau tahu, semua bus tidak lagi diberlakukan si desa ini. Hanya saja ayahnya masih tidak rela akan kematian anaknya. Begitu ceritanya.”
“Omong-omong nama anak itu siapa ya?” tanya Lin ji.
“Bentar, aku lupa. Besok akan kukabari namanya. Rasanya ada di catatan harianku” kata Ha jin.
Akhirnya mereka pulang bersama dengan jalan kaki. Mereka pun sempat membeli es krim di persimpangan jalan.

Keesokan harinya, Li jin sedikit terlambat dan harus buru-buru secepat mungkin agar tidak terlambat ke sekolah. Pada awalnya ia tidak berminat untuk naik bus lagi karena cerita Ha jin kemarin.
Karena tak punya waktu lagi, Li jin pun nenaiki bus itu kembali. Tanpa sadar gadis itu kembali berada di dalam bus dan kursi yang sama. Dengan was-was, aku pun menberanikan diri untuk bertanya siapa nama gadis itu sebenarnya. Dan tanpa disadari sedari awal ia tidak pernah mengetahui siapa nama gadis itu sebenarnya.

“Hmm, oh ya nama kamu siapa ya?” tanyaku berusaha untuk setenang-tenang mungkin.
Tiba-tiba ponselku berdering dari dalam sakuku. Aku merogohnya dan mendapati yang meneleponku adalah Ha jin!

“Ha jin!! Aku sudah tahu nama gadis itu, namanya Min ra!” teriak Ha jin dari seberang telepon.

“Namaku MIN RA!!” kata gadis bus itu.

Sekelebat pikiranku kacau, aku benar-benar terjejut dan tidak bisa menguasai hatiku yang kinu sudah ingin meloncat. Aku serasa berada di film horor. 

Aku sudah terlanjur tegang sedari tadi. Dan kakiku sudah kelu untuk membebaskan diri. 
Aku mendobrak-dobrak pintu bus dan nihil. Pintu tidak terbuka.
Tiba-tiba aku merasa pundakku dipegang oleh tangan yang dingin.

“Jadi sekarang kau tahu siapa aku?” ucap suara itu.

“AAAAAAA!!!!!”


Cerpen Karangan: Dhea Adinda
Blog / Facebook: dhede dumbo

Cerpen Bus Desa Jungdul merupakan cerita pendek karangan Dhea Adinda, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Ikuti Kami terus di twitter @gebrakancerita dan facebook Gebrakan kata

Comments

Popular posts from this blog

Mencintai Dikejauhan || Cerpen Cinta

Cahaya Penyelamat || Cerpen

6 Tips Angle Foto yang Bagus Saat Berlibur