Taman Dan Sepatu Roda Waktu Itu
Cerpen Karangan: Winne Chintia
“Eh tak terasa udah jam sepuluh aja.” ucap sherly memecahkan lamunanku.“Eh katanya hari ini kita pulang cepat jam 10.00 Laly hari ini free time.” ucap sherly.
Pagi ini aku sudah duduk di kelas, Ini adalah semester keduaku di kelas X Mia 2.
Aku sibuk membaca novel tanpa mempedulikan yang ada di sekitarku.
Aku sibuk membaca novel tanpa mempedulikan yang ada di sekitarku.
“Hei!! Tifanny.” panggil seseorang sambil menepuk bahuku.
“Apa?” tanyaku sambil menoleh kearahnya.
“Udah libur masih cuek aja.” ucapnya.
“Udah deh sherly.” ucapku sambil kembali mambaca novel.
“Lo gak ada berubah ya, Gaya rambut, Sikap, Bahkan gaya bicara lo.” ucapnya.
“Lalu?” ucapku datar.
“Ya rambut lo masih aja panjang tergerai dangan poni sedagu yang menutupi mata sebelah kiri lo, Sikap cuek dingin, Gaya bicara datar gak berubah rubah.” ucap sherly sambil meletakan tasnya di sebelahku lalu duduk.
“So.” ucapku.
“Kutanya udah berapa banyak cowok yang nembak lo?” tanya sherly.
“Please itu gak usah dibahas lagi.” ucapku.
“Banyakkan, Ada 7 orang kan, Lo tolak mentah mentah, Sampai kapan lo mau jomblo terus?” tanya sherly. Aku tak menjawab.
“Kan gue bilang jangan dingin cuek terus, Gimana lo mau kenal cowok.” ucap sherly.
“Udah deh, kita udah pernah bahas soal ini kan.” ucapku sambil menutup novel meletaknya di laci meja lalu berdiri berjalan ke luar kelas.
“Tifanny tunggu!!” panggil sherly. Aku menghentikan langkahku.
“Sorry… ya gue gak akan bahas itu lagi.” ucap sherly sambil menggandeng tanganku. Aku hanya diam saja.
“Eh tak terasa udah jam sepuluh aja.” ucap sherly memecahkan lamunanku.“Eh katanya hari ini kita pulang cepat jam 10.00 Laly hari ini free time.” ucap sherly.
“Begitu ya.” ucapku.
“Lalu katanya besok libur, Jadi aku mau ginap rumah lo boleh?” ucapnya bersemangat.
it’s okey. Tapi datangnya agak sorean.” ucapku.
“Yes.” ucap sherly.
“Gitu aja senang.” ucapku datar.
“Keliling keliling yuk.” ucapnya sambil menaraik tanganku.
“Iya ya.” jawabku mengikut langkah dan tarikkannya.
“Pulang yuk.” ajak sherly.
“Ya.” jawabku lalu kami berjalan kembali kekalas.
“Udah sepi aja kelasnya.” ucap sherly. Lalu kami mengambil tas. Lalu kami meninggalkan kelas.
“Aku dah jemput. bye… Nanti sore aku datang ke rumah lo kira kira jam enam.” ucapnya sambil berlari meninggalkanku.
Aku berjalan pelan dengan santai.
Ya sebuah kenyataan aku tinggal sendiri di sebuah rumah yang bisa dibilang luas, Kedua orangtuaku berkerja di luar kota hanya pulang setahun sekali, Itulah yang membuatku memiliku sikap dingin dan cuek. Aku bisa melakukan semua hal seperti memasak mengurus rumah bahkan semua hal yang biasa dibantu orangtua aku hanya melakukannya sendiri.
Sesampainya di rumah.
Aku meletakkan tas, Mandi dan berjalan ke ruang makan. Memasak air panas hanya untuk menyeduh susu.
“Rasanya sudah lama aku tak ke taman.” Pikirku sambil menyeduh susu dengan sedikit air panas lalu mengaduk menambah es dan menambah sedikit air biasa dan meminumnya sampai habis.
“Aku ke tamam aja.” pikirku sambil berjalan ke kamar mengambil jaket dan sepasang sepatu roda dengan warna hitam dengan sedikit garis hijau di sampingnya. Membawa tas selempang kecil yang hanya berisi hp headset dan novel.
Aku berjalan ke luar dari kamar dan duduk di kursi luar untuk memakai sepatu roda dan mengikat jaket di pinggang. Lalu menuju taman dengan menggunakan sepatu roda ini memang mempercepat ku sampai ke taman.
Sesampainya ku di taman aku berhenti sejenak merapikan poniku untuk kembali menutup sebelah mataku. Dan kembali bermain sepatu roda.
Tiba tiba…
‘Brukkk..’ Aku menabrak seseorang cowok dengan posisi aku di atasnya.
“I’m sorry.” ucapku sambil berdiri, Dia pun berdiri dan membersihkan bajunya.
“No problem.” ucap cowok itu, Aku hanya menundukkan kepala menahan rasa malu tampa melihat wajahnya.
“I’m sorry, aku tidak melihatmu.” ucapku masih menundukkan kepala.
“No problem.” ucapnya, Aku masih terdiam.
“Hei!! ngapain nundukkan kepala santai aja.” ucapnya sambil memegang daguku, dan membuat mata kami beradu pandang.
“Kenapa rambut kamu memutupi sebelah matamu?” tanyanya sambil masih memegang daguku.
“It’s my style.” ucapku. Dia pun tertawa dengan jawabanku dan melepaskan sentuhannya pada daguku dan menggosok kepalaku dengan telapak tangannya. Itu sangat mudah karena tinggiku hanya sedagunya.
“Sebagai ganti karena kamu udah nabrak aku, Kamu ajarin aku main sepatu roda.” ucapnya. Aku tak menjawab.
“Hei!! gak setuju ya?” tanyanya.
“It’s okey.” jawabku.
“Yuk ajarin sekarang.” ucapnya.
“Sepatu roda kamu mana?” tanyaku.
“Bentar.” ucapnya sambil berjalan meninggalkanku.
‘
Siapa dia?
Aku belum pernah melihatnya di sekitar sini?
apa dia warga baru di sini?’
apa dia warga baru di sini?’
“Hei!! melamun lagi.” panggilnya mengejutkanku.
Yuk ajarin.” ucapnya sambil duduk di kursi taman mengganti sepatu gayanya dengan sepatu roda.
“
“
Yuk.” ucapnya sambil berusaha berdiri dengan sepatu roda itu. Aku pun tertawa melihat perjuangannya.
“Hei!! kapan ajarinya jangan ketawa mulu.” ucapnya.
“Iya iya.” jawabku.
“Kayak mana?” tanyanya lagi.
“Ya kayak gitu.” jawabku.
“Bercanda mulu.” ucapnya sambil menarik tanganku.
“Hei!!” ucapku, Dia menggenggam tanganku.
“Gue dah bisa.” ucapnya girang.
“Kalau gitu gue balik dulu.” ucapku.
“Hei!! bisa diri doang.” ucapnya.
“Kali ini kita serius aku ada urusan lagi.” ucapku.
“Sok sibuk.” ucapnya. Aku menarik tangannya dan dia mengikuti dengan sepatu roda itu pelan pelan.
30 menit kemudian
“Sekarang coba sendiri.” ucapku. Dia langsung mencobanya.
“Yes, gue bisa..” ucapnya sambil terus bermain sepatu roda bergerak ke kiri dan ke kanan membentuk huruf s.
“Main bareng yuk.” ucapnya langsung menarik tanganku tampa menunggu jawab dariku.
“Rasanya ini pertama kali aku menjadi orang yang banyak bicara.” ucapku.
“Aku dah duga kamu itu tipe cewek yang dingin dan cuek.” balasnya.
Dia mempercepat laju sepatu rodanya Aku terpaksa mengikutinya karena tanganku masih ditarik olehnya.
Dia mempercepat laju sepatu rodanya Aku terpaksa mengikutinya karena tanganku masih ditarik olehnya.
“Oke bentar.” ucapku.
“Ada apa?” tanyanya.
“Lihat ini!!” ucapku sambil mengarah ke arah pegangan tangga, Dan menunjukan aksiku menuruninya dengan sepatu roda, dan mengakirinya dengan sedikit berputar.
“Keren kali.” ucapnya sambil tepuk tangan.
“Benarkah?” tanyaku.
“Gimana caranya?” tanyanya.
“Musti lancar dasarnya dulu.” ucapku sambil masih bermain sepatu roda.
“Duduk dulu. capek…” ucapnya aku masih sibuk bermain sepatu roda.
“Hei!!” ucapnya sambil menepuk bangku. Aku hanya nurut saja dan duduk di sebelahnya dan mengeluarkan novelku.
“Mulai cuek dan dingin lagi.” ucapnya. Aku hanya diam dan terus membaca.
“Lo orangnya asik juga ya.” ucapnya. Aku menoleh sebentar ka rahnya lalu kembali membaca novel.
Sini novel lo.” ucapnya sambil menarik novelku dan berjalan dengan sepatu roda ke arah jalan.
“Hei!! Awas!!!” teriaku karena melihat sebuah mobil sedan menghantam dirinya. Dan aku langsung berlari ke arahnya. Dia sudah tak sadarkan diri lagi. Aku meminta pertolongan dan membawanya ke rumah sakit.
“Kamu pasti yang membuat anak saya kecelakanan.” bentak ibu itu sambil mendorongku.
Di rumah sakit… Aku menunggu dokter keluar memeriksanya.
Tak lama kemudian datang dua orangtua seperti cemas…
Dokter pun keluar dan..
“Apa anda anggota keluarnganya?” tanya dokter itu padaku.
“Saya ibunya. gimana kondisi anak saya?” tanyanya.
“Anak ibu baik baik saja, cuma tulang pada tangan kirinya mengalami sedikit pergeseran, tapi itu akan segera sembuh.” jelas dokter itu.
Lalu kedua orangtua itu masuk dan aku ikut masuk…
“Saya bisa jelaskan semuanya..” ucapku pelan sambil terisak menangis.
“Pergi kamu saya gak mau kamu di sini, cepat pergi!!!” bentak ibu itu.
“Saya bisa jelaskan.” ucapku.
“Ma…” ucap cowok itu lirih.
“Pergi kamu.” bentak ibu itu. Aku berjalan pelan ke luar dari ruang itu.
“Hei jangan pergi!!” ucapnya pelan. Namun aku menghiraukannya. Dan memacu laju sepatu rodaku keluar dari rumah sakit itu sambil masih terisak menangis. Entah apa yang ku pikirkan, Aku melintasi jalan tampa melihat lihat, tiba tiba sebuah mobil melaju kencang dan menghantamku setelah itu aku tak sadarkan diri lagi.
Aku berusaha membuka mata ini.
“Fan.. fan… mama di sini..” ucap mamaku sambil menggenggam tanganku.
“Ma aku di mana?” tanyaku lirih.
“Kamu di rumah sakit.” jawab mamaku sambil terisak isak.
“Ma jangan cemas fanny baik baik saja.” ucapku pelan.
Tak lama setelah aku sadar.
“Fan lo kenapa?” tiba tiba suara yang tak asing di telingaku.
“Sherly.” ucapku pelan.
“Gue kawanin lo di sini ya? besok kan kita libur.” ucap sherly.
“Gak usah palinggan 5 hari lagi aku sembuh. kamu pulang aja.” ucapku pelan.
“Tapi..”
“Jangan cemas aku pasti cepat sembuh.” ucapku pelan. Lalu sherly meninggalkanku. Aku ditemanin sama mamaku.
5 Hari kemudian (Senin)
Aku kembali masuk sekolah, tapi aku gak bisa jalan secara normal tampa bantuan tongkat. Aku berjalan ke kelasku dan duduk.
“Lihat dia gak ada merasa bersalah setelah mencelakakan.” ucap salah satu siswi sambil menatapku tajam.
“Fanny…” panggil seseorang.
‘Ini suara?… sherly.’ aku menoleh kearahnya.
“Akhirnya lo masuk juga.” ucap sherly sambil memelukku.
“Kok rasanya banyak bicarakanku?” tanyaku.
“Gak tau, dua hari yang lalu aku lihat cowok dengan tangan yang dibalut kain. sepertinya dia habis kecelakaan. Dan dia adalah cowok yang sangat terkenal di sekolah ini.. tau dia itu pintar, lalu dia baru pulang dari pertukaran pelajar.” jelas sherly.
“Pasti cowok yang kemarin.” ucapku pelan.
“Tapi memangsih semua siswi salahin kamu yang buat dia sampai kayak gitu dari semejak dia masuk.” jelas sherly. Aku hanya terdiam tampa jawaban.
Sudah 1 minggu semejak aku masuk sekolah, Aku merasa semuanya berubah. Semua siswi membenciku, bahkan melontarkan tatapan sinis padaku, dan hari demi hari kesehatanku menurun aku tak bisa lagi menggunakan tongkat sekarang aku mengunakan kursi roda. Dan aku selalu menghindar dan tidak mau bertemu cowok itu, Dan aku sudah tau dia sudah sembuh total.
Dan hari ini aku dibawa orangtuaku berobat kesingapur karna kondisiku makin hari makin menurun, Ya tau soal ini hanya sherly, keluargaku dan pihak sekolah.
Setelah 2 tahun di singapura, Aku sudah sembuh total dan bisa berjalan kembali. Sebenarnya satu setengah tahun yang lalu aku telah sembuh namun aku memilih menyambung sekolah di sana dengan masuk kelas cepat.
Hari ini aku sudah kembali lagi ke tanah airku untuk kuliah, Aku masih belum lupa dengan wajah cowok itu dan tragedi yang terjadi padanya.
‘Mungkin aku jatuh cinta padanya.’ pikirku liar. Kali ini aku ingin kembali menikmati cara hidupku yang dulu. Aku kembali ke taman dan kembali bermain sepatu roda seperti dulu lagi.
“Di sini sudah banyak yang berubah.” ucapku pelan.
“Hanya satu yang tidak berubah.” ucap seseorang membuatku kembali teringat yang dulu.
“Hanya satu yang tidak berubah.” ucap seseorang membuatku kembali teringat yang dulu.
‘Dia?? apa mungkin?? Tapi?’
“Hei!! lo lupa gue.” ucapnya sambil memegang satu bahuku dan memutar badanku berhadapan dengannya. Aku kembali menundukkan kepalaku.
“Hei!! lo lupa gue.” ucapnya sambil memegang satu bahuku dan memutar badanku berhadapan dengannya. Aku kembali menundukkan kepalaku.
“Hei!!” ucapnya sambil memegang daguku dan membuat pandangan kami beradu.
“Lo gak berubah.” ucapnya. Aku masih terdiam tak percaya.
“Lo gak berubah.” ucapnya. Aku masih terdiam tak percaya.
‘Ini seperti dulu…’ pikirku mengigat yang dulu. Kembali mengigat kejadian 2 tahun yang lalu di taman ini.
“Hei!! kenapa diam?” tanyanya sambil menatapku.
“Aku lupa tanya nama kamu siapa?” ucapnya.
“Hei!! kenapa diam?” tanyanya sambil menatapku.
“Aku lupa tanya nama kamu siapa?” ucapnya.
“Tifanny.” ucapku.
“Devin.” ucapnya sambil menarik tanganku dan duduk bersamanya di sebuh bangku, bangku dimana sebelumnya kami pernah duduk bersama.
“Devin.” ucapnya sambil menarik tanganku dan duduk bersamanya di sebuh bangku, bangku dimana sebelumnya kami pernah duduk bersama.
“Gimana? Kamu ke mana aja? Aku selalu menunggumu di taman ini, Mencarimu dikerubunan cewek di sekolah, bahkan menunggumu datang ke taman.” ucapnya sambil menatapku. Aku masih terdiam tak percaya akan apa yang dia katakan.
‘Kenapa dia menungguku yang belum pasti.’
‘Kenapa dia menungguku yang belum pasti.’
“Gimana sekolahnya? aku bentar lagi kuliah dan kamu bakal melanjutkan sma kan.” ucapnya.
“Enggak.” jawabku singkat.
“Lalu kamu gak sekolah gitu?” tanyanya.
“Enggak.” jawabku singkat.
“Lalu kamu gak sekolah gitu?” tanyanya.
“Aku akan kuliah sama seperti kamu.” jawabku.
“Gimana bisa?” tanya.
“Aku masuk kelas cepat setelah aku sembuh di singapura.” jawabku.
“Gimana bisa?” tanya.
“Aku masuk kelas cepat setelah aku sembuh di singapura.” jawabku.
“Aku rindu banget sama kamu, kamu gak tau aku suka gaya kamu yang tidak seperti kebanyakan cewek lainnya simpel, gak berlebihan. sama sifat dingin dan cuek kamu. Aku lihat kamu di sekolah 2 setelah aku masuk kamu menggunakan tongkat dan 1 minggu kemudian kondisi kamu makin drop itu karena ejekkan dari siswi lainnya, Aku juga merasa kamu menghindar dariku.” sambungnya.
“Aku punya alasan buat itu.” balasku.
“Aku punya alasan buat itu.” balasku.
“Aku juga punya alasan kenapa aku selalu memikirkanmu.” ucapnya.
“Apa?” tanyaku.
“Kamu masih ingat kan kita ketemu pertama gimana? lalu kamu ajarin aku main sepatu roda gimana? itu
“Apa?” tanyaku.
“Kamu masih ingat kan kita ketemu pertama gimana? lalu kamu ajarin aku main sepatu roda gimana? itu
semua sangat berarti buatku dan hasil dari kamu ajari aku main sepatu roda lihat ini!!” ucapnya. Dia melakukan hal yang pernah kulakukan turun lewat pegangan tangga dengan seoatu roda lalu berputar diakhirnya. Aku ikut melakukan hal yang sama dan sekarang kami saling bertatap tatapan.
“Satu alasan lagi kenapa aku gak bisa lupain kamu.” ucapnya. Aku hanya diam menatapnya.
“Aku suka sama kamu.” ucapnya sambil mengeluarkan sebuah buku novel.
“Sepertinya aku kenal buku ini.” ucapku sambil mengambil buku itu dari tangannya.
“Iya, ini yang kurebut dari kamu hingga aku berlari dengan sepatu roda ini ke jalan tampa melihat sedikit pun. dan”
“Aku suka sama kamu.” ucapnya sambil mengeluarkan sebuah buku novel.
“Sepertinya aku kenal buku ini.” ucapku sambil mengambil buku itu dari tangannya.
“Iya, ini yang kurebut dari kamu hingga aku berlari dengan sepatu roda ini ke jalan tampa melihat sedikit pun. dan”
“Udah jangan bahas itu lagi.” ucapku memotong pembicaraannya.
“Ya penting kamu sudah sembuh sekarang.” ucapku.
“I love you.” bisiknya. Aku terdiam mendengar dia mengucapkan itu.
“Aku gak mau kamu pergi jauh dariku lagi, Tifanny kamu mau gak jadi pacar ku?” ucapnya sambil menggenggam tanganku.
“Aku mau.” ucapku sambil tersenyum padanya. Lalu dia menarik tanganku dan bermain sepatu roda bersama.
“Ya penting kamu sudah sembuh sekarang.” ucapku.
“I love you.” bisiknya. Aku terdiam mendengar dia mengucapkan itu.
“Aku gak mau kamu pergi jauh dariku lagi, Tifanny kamu mau gak jadi pacar ku?” ucapnya sambil menggenggam tanganku.
“Aku mau.” ucapku sambil tersenyum padanya. Lalu dia menarik tanganku dan bermain sepatu roda bersama.
The End
Cerpen Karangan: Winne Chintia
Blog / Facebook: Winne Chintia
Blog / Facebook: Winne Chintia
Jangan kelewatan setiap postingan dari Rak Buku. ikuti terus :)
Comments
Post a Comment